MEMBANGUN SEKOLAH EFEKTIF DAN EFISIEN DI DAERAH PEDESAAN
DALAM ERA GLOBALISASI SERTA ERA KETERBUKAAN INFORMASI
(Sebuah Studi Kasus di SDN 3 Bangunharja,
Kecamatan Cisaga, Kabupaten Ciamis )
Oleh: Wawan Nurwana, S.Pd.
http://sdn3bangunharja.blogspot.com/
(Web-site SDN 3 Bangunharja)
Abstraksi
Salah satu masalah yang sangat serius dalam bidang pendidikan di tanah air kita saat ini adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenis dan jenjang pendidikan. Banyak pihak berpendapat bahwa rendahnya mutu pendidikan merupakan salah satu faktor yang menghambat penyediaan sumber daya manusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi tuntutan pembangunan bangsa di berbagai bidang. Rendahnya mutu pendidikan terkait dengan skenario yang dipakai oleh pemerintah dalam membangun pendidikan, yang selama ini lebih menekankan pada pendekatan input and output.
Pemerintah berkeyakinan bahwa dengan meningkatkan mutu input maka dengan sendirinya akan dapat meningkatkan mutu output. Dengan keyakinan tersebut, kebijakan dan upaya yang ditempuh pemerintah adalah pengadaan sarana dan prasarana pendidikan, pengadaan guru, menatar para guru, dan menyediakan dana operasional pendidikan secara lebih memadai. Kenyataan tersebut memberi gambaran umum bahwa pendekatan input and output secara makro belum menjamin peningkatan mutu sekolah dalam rangka meningkatkan dan meratakan mutu pendidikan. Hal ini tidak saja terjadi di Indonesia tetapi juga terjadi di negara-negara lain. Hasil penelitian untuk sekolah dasar negeri di Amerika Serikat dan Inggris menunjukkan bahwa input sekolah mempunyai pengaruh yang kecil terhadap hasil belajar siswa (Scheerens, 1992).
Pendekatan input and output yang bersifat makro tersebut kurang memperhatikan aspek yang bersifat mikro yaitu proses yang terjadi di sekolah. Dengan kata lain, dalam membangun pendidikan, selain memakai pendekatan makro juga perlu memperhatikan pendekatan mikro yaitu dengan memberi fokus secara lebih luas pada institusi sekolah yang berkenaan dengan kondisi keseluruhan sekolah seperti iklim sekolah dan individu-individu yang terlibat di sekolah baik guru, siswa, dan kepala sekolah serta peranannya masing-masing dan hubungan yang terjadi satu sama lain. Dalam kaitan ini Brookover (1979) mengungkapkan bahwa input sekolah memang penting tetapi yang jauh lebih penting adalah bagaimana mendayagunakan input tersebut yang terkait dengan individu-individu di sekolah.
Jenis studi yang banyak mengkaji keberadaan sekolah pada tingkat mikro adalah studi mengenai keefektifan sekolah yang melihat faktor input, proses, dan output atau outcome sekolah secara keseluruhan serta bagaimana hubungan yang terjadi antara input dan proses dengan output atau outcome sekolah. Pengalaman di berbagai negara menunjukkan bahwa studi keefektifan sekolah telah banyak membantu dalam memecahkan masalah pendidikan dalam kaitan dengan peningkatan mutu pendidikan. Pemahaman terhadap institusi sekolah secara menyeluruh sangat penting karena basis utama pendidikan adalah sekolah.
Pentingnya pemahaman terhadap keefektifan sekolah tidak saja dalam kaitan dengan meningkatkan mutu pendidikan tetapi juga sejalan dengan kebijakan nasional yaitu desentralisasi pendidikan dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Berkenaan dengan desentralisasi pendidikan tersebut, di bidang pendidikan dasar, Depdiknas telah menyiapkan konsep otonomi sekolah yaitu manajemen berbasis sekolah. Dengan konsep ini, pemerintah tidak hanya berharap pada meningkatnya mutu pendidikan melainkan juga tercapainya pemerataan, relevansi, dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan.
Dengan adanya otonomi sekolah, diharapkan sekolah dapat lebih leluasa mengelola sumber daya pendidikan dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan serta sekolah dapat lebih tanggap terhadap kebutuhan masyarakat setempat dan mampu melibatkan masyarakat dalam membantu dan mengontrol pengelolaan pendidikan pada tingkat sekolah.
Sekolah merupakan suatu institusi yang didalamnya terdapat komponen guru, siswa, dan staf administrasi yang masing-masing mempunyai tugas tertentu dalam melancarkan program. Sebagai institusi pendidikan formal, sekolah dituntut menghasilkan lulusan yang mempunyai kemampuan akademis tertentu, keterampilan, sikap dan mental, serta kepribadian lainnya sehingga mereka dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau bekerja pada lapangan pekerjaan yang membutuhkan keahlian dan keterampilannya.
Keberhasilan sekolah merupakan ukuran bersifat mikro yang didasarkan pada tujuan dan sasaran pendidikan pada tingkat sekolah sejalan dengan tujuan pendidikan nasional serta sejauhmana tujuan itu dapat dicapai pada periode tertentu sesuai dengan lamanya pendidikan yang berlangsung di sekolah.
Berdasarkan sudut pandang keberhasilan sekolah tersebut, kemudian dikenal sekolah efektif dan efisien yang mengacu pada sejauh mana sekolah dapat mencapai tujuan dan sasaran pendidikan yag telah ditetapkan. Dengan kata lain, sekolah disebut efektif jika sekolah tersebut dapat mencapai apa yang telah direncanakan. Pengertian umum sekolah efektif juga berkaitan dengan perumusan apa yang harus dikerjakan dengan apa yang telah dicapai. Sehingga suatu sekolah akan disebut efektif jika terdapat hubungan yang kuat antara apa yang telah dirumuskan untuk dikerjakan dengan hasil-hasil yang dicapai oleh sekolah, sebaliknya sekolah dikatakan tidak efektif bila hubungan tersebut rendah (Getzel, 1969).
- Bagaimana strategi pelaksanaan Sekolah Efektif dan Efisien yang tepat sehingga dapat mewujudkan Sekolah Dasar yang bermutu.
- Bagaimana budaya lokal yang berbasis Alam dan Lingkungan sekitar sekolah dapat membantu terciptanya sekolah yang bermutu.
Ciri- Ciri Sekolah Efektif
Deskripsi berbagai teori mengenai sekolah efektif secara lebih terinci adalah sebagai berikut.
David A. Squires, et.al. (1983) berhasil merumuskan ciri-ciri sekolah efektif yaitu: (1) adanya standar disiplin yang berlaku bagi kepala sekolah, guru, siswa, dan karyawan di sekolah; (2) memiliki suatu keteraturan dalam rutinitas kegiatan di kelas; (3) mempunyai standar prestasi sekolah yang sangat tinggi; (4) siswa diharapkan mampu mencapai tujuan yang telah direncanakan; (5) siswa diharapkan lulus dengan menguasai pengetahuan akademik; (6) adanya penghargaan bagi siswa yang berprestasi; (7) siswa berpendapat kerja keras lebih penting dari pada faktor keberuntungan dalam meraih prestasi; (8) para siswa diharapkan mempunyai tanggungjawab yang diakui secara umum; dan (9) kepala sekolah mempunyai program inservice, pengawasan, supervisi, serta menyediakan waktu untuk membuat rencana bersama-sama dengan para guru dan memungkinkan adanya umpan balik demi keberhasilan prestasi akademiknya.
Sedangkan Jaap Scheerens (1992) menyatakan bahwa sekolah yang efektif mempunyai lima ciri penting yaitu; (1) kepemimpinan yang kuat; (2) penekanan pada pencapaian kemampuan dasar; (3) adanya lingkungan yang nyaman; (4) harapan yang tinggi pada prestasi siswa; (5) dan penilaian secara rutin mengenai program yang dibuat siswa.
Sementara Edmons (1979) menyebutkan bahwa ada lima karakteristik sekolah efektif yaitu : (1) kepemimpinan dan perhatian kepala sekolah terhadap kualitas pengajaran, (2) pemahaman yang mendalam terhadap pengajaran, (3) iklim yang nyaman dan tertib bagi berlangsungnya pengajaran dan pembelajaran, (4) harapan bahwa semua siswa minimal akan menguasai ilmu pengetahuan tertentu, dan (5) penilaian siswa yang didasarkan pada hasil pengukuran hasil belajar siswa.
Pengetahuan lain mengenai sekolah efektif adalah sebagai berikut : (1) mampu mendemontrasikan kebolehannya mengenai seperangkat kriteria ; (2) menetapkan sasaran yang jelas dan upaya untuk mencapainya; (3) adanya kepemimpinan yang kuat ; (4) adanya hubungan yang baik antara sekolah dengan orangtua siswa; dan (5) pengembangan staf dan iklim sekolah yang kondusif untuk belajar (Townsend, 1994).
Metode lain yang dipakai untuk mengidentifikasikan sekolah yang efektif adalah : penggunaan standar tes, pendekatan reputasi, dan penggunaan evaluasi sekolah serta pengembangan berbagai aktifitas.
Tinjauan yang lebih komprehensif mengenai sekolah efektif dilakukan oleh Edward Heneveld (1992) yang mengungkapkan serangkaian indikator berupa 16 faktor yang berkenaan dengan sekolah efektif yaitu : (1) dukungan orangtua siswa dan lingkungan, (2) dukungan yang efektif dari sistem pendidikan, (3) dukungan materi yang cukup, (4) kepemimpinan yang efektif, (5) pengajaran yang baik, (6) fleksibilitas dan otonomi, (7) waktu yang cukup di sekolah, (8) harapan yang tinggi dari siswa, (9) sikap yang positif dari para guru, (10) peraturan dan disiplin, (11) kurikulum yang terorganisir, (12) adanya penghargaan dan insentif, (13) waktu pembelajaran yang cukup, (14) variasi strategi pengajaran, (15) frekuensi pekerjaan rumah, dan (16) adanya penilaian dan umpan balik sesering mungkin.
Bertitik tolak pada dari berbagai teori tersebut, terungkap bahwa pengertian sekolah efektif memandang sekolah sebagai suatu sistem yang mencakup banyak aspek baik input, proses, output maupun outcome serta tatanan yang ada dalam sekolah tersebut. Dimana berbagai aspek yang ada dapat memberikan dukungan satu sama lain untuk mencapai visi, misi dan tujuan, dari sekolah yang dikelola secara efektif dan efisien.
Aspek Kajian Sekolah Efektif
Dari ciri-ciri yang terkandung pada sekolah efektif, maka aspek kajian makalah adalah Input sekolah, Kepuasan kerja guru, Partisipasi orang tua, Prestasi belajar dan Konsep diri siswa.
Input sekolah adalah keseluruhan sumber daya sekolah yang mencakup tiga aspek yaitu karakteristik sekolah, karakteristik guru, dan karakteristik siswa. Karakteristik sekolah terdiri dari 6 indikator yaitu : (1) luas gedung, (2) luas laboratorium, (3) luas perpustakaan, (4) banyaknya ruang kelas, (5) banyaknya siswa, dan (6) banyaknya dana yang dialokasikan di sekolah. Karakteristik guru terdiri dari 4 indikator yaitu : (1) umur, (2) pendidikan, (3) pengalaman mengajar, dan (4) gaji guru. Sedangkan karakteristik siswa terdiri dari 4 indikator yaitu : (1) jumlah jam belajar siswa di rumah, (2) jumlah jam les mata pelajaran, (3) pendidikan orangtua siswa, dan (4) besarnya penghasilan orangtua siswa.
Kepuasan kerja guru adalah keseluruhan perasaan guru berkenaan dengan berbagai aspek pekerjaannya yang meliputi lima aspek yaitu : (1) sumber daya pendidikan, (2) proses belajar mengajar, (3) prestasi sekolah, (4) penghasilan dan penghargaan, dan (5) kebebasan melakukan aktifitas. Iklim sekolah adalah keseluruhan harapan, pendapat, dan pengalaman yang dirasakan oleh guru berkenaan dengan situasi kerjanya yang meliputi lima aspek yaitu: (1) kondisi fisik dan fasilitas sekolah, (2) cara kerja dan gaya kepemimpinan kepala sekolah, (3) harapan pada prestasi sekolah, (4) hubungan kerja, (5) ketertiban/ disiplin sekolah.
Partisipasi orangtua siswa pada penelitian ini terdiri dari 9 indikator yaitu partisipasi dalam : (1) ikut menentukan kebijakan dan program sekolah, (2) ikut mengawasi pelaksanaan kebijakan dan program sekolah, (3) pertemuan rutin di sekolah, (4) kegiatan ekstrakurikuler, (5) mengawasi mutu sekolah, (6) pertemuan BP3, (7) membiayai pendidikan, (8) mengembangkan iklim sekolah, dan (9) partisipasi dalam pengembangan sarana dan prasarana sekolah.
Hasil belajar siswa merupakan pengetahuan yang dicapai siswa pada sejumlah mata pelajaran di sekolah. Sedangkan konsep diri siswa adalah pandangan dan penilaian siswa mengenai keseluruhan dirinya yang meliputi dua aspek yaitu : aspek internal diri yang terdiri dari identitas diri, perilaku diri, dan penilaian diri; dan aspek eksternal diri yang terdiri dari fisik diri, etika moral diri, personal diri, famili diri, dan sosial diri.
Perbandingan Antara Sekolah Efektif dan Tidak Efektif
Berdasarkan penelitian Wayan Koster sekolah efektif dan sekolah tidak efektif dapat dilihat dari indikator berikut. Luas gedung, luas laboratorium, dan luas perpustakaan sekolah efektif ternyata lebih lebar daripada sekolah tidak efektif. Hal ini terlihat dari rata-rata luas gedung sekolah efektif yang mencapai 3.564 m2 dan luas gedung sekolah tidak efektif hanya 1.543 m2, luas laboratorium sekolah efektif mencapai 115,6 m2 dan sekolah tidak efektif hanya 75,3 m2 , luas perpustakaan sekolah efektif mencapai 112,3 m2 dan sekolah tidak efektif hanya 67,1 m2 (tabel 1).
Tabel 1
Data Input Sekolah Efektif dan Sekolah Tidak Efektif
Aspek / Indikator | Sekolah Efektif | Sekolah Tidak Efektif |
1. Karakteristik Sekolah | ||
1.1 Luas Gedung | 3.564 | 1.543 |
1.2 Luas Laboratorium | 115,6 | 75,3 |
1.3 Luas Perpustakaan | 112,3 | 67,1 |
1.4 Banyaknya Kelas | 23 | 12 |
1.5 Banyaknya Siswa | 1.235 | 450 |
1.6 Banyaknya Dana | 985.000.000 | 345.000.000 |
Rasio Siswa dan Kelas | 54,0 | 38,0 |
Rasio Dana dan Siswa | 797,571 | 766,667 |
2. Karakteristik Guru | ||
2.1 Umur guru | 48 | 42 |
2.2 Pendidikan terakhir | 16,4 | 16,1 |
2.3 Pengalaman mengajar | 18,3 | 12,1 |
2.4 Gaji guru per tahun | 7.574.435 | 6.251.345 |
3. Karakteristik Siswa | ||
3.1 Jumlah jam belajar siswa di rumah per minggu | 17,5 | 14,3 |
3.2 Jumlah jam les per minggu | 9,5 | 3,1 |
3.3 Pendidikan terakhir orangtua Siswa | 16,1 | 14,5 |
3.4 Penghasilan orangtua siswa per bulan | 2.750.345 | 985.435 |
Catatan : Semua angka dalam tabel adalah skor rata-rata.
Banyak ruangan kelas belajar di sekolah efektif mencapai 23 ruangan yang hampir dua kali lipat daripada banyak ruangan kelas di sekolah tidak efektif yang hanya 12 ruangan. Jumlah dana operasional pertahun di sekolah efektif ternyata jauh lebih banyak (hampir mencapai tiga kali lipat) daripada sekolah tidak efektif yaitu Rp. 985.000.000 berbanding Rp. 345.000.000.
Jumlah siswa per kelas di sekolah efektif ternyata juga lebih banyak daripada di sekolah tidak efektif yaitu 54 orang sisiwa berbanding 38 orang siswa. Demikian halnya besar dana per siswa (unit cost) di sekolah efektif ternyata lebih tinggi daripada di sekolah tidak efektif yaitu Rp. 797.571 berbanding Rp. 766.667 per tahun. Data ini menunjukkan bahwa ditinjau dari segi keberadaan sarana prasarana ternyata di sekolah efektif jauh lebih memadai daripada di sekolah tidak efektif.
Ditinjau dari segi karakteristik guru ternyata ada perbedaan yang cukup menonjol antara sekolah efektif dengan sekolah tidak efektif. Hal ini terlihat dari umur guru di sekolah efektif lebih tua daripada sekolah tidak efektif yaitu 48 tahun berbanding 42 tahun; pengalaman mengajar guru di sekolah efektif lebih lama daripada sekolah tidak efektif yaitu 18,3 tahun berbanding 12,1 tahun. Sejalan dengan pengalaman tersebut besar gaji guru pertahun di sekolah efektif lebih tinggi daripada di sekolah tidak efektif yaitu Rp. 7.574.435 ( = Rp. 631.000 per bulan) berbanding Rp. 6.251.345 (= Rp. 521.000 per bulan). Tetapi dari segi pendidikan terakhir guru ternyata sama saja yaitu sarjana atau setingkat sarjana baik untuk sekolah efektif maupun di sekolah tidak efektif. Dengan demikian, bila ditinjau dari segi pengalaman dan umur guru ternyata kualifikasi guru di sekolah efektif lebih baik daripada di sekolah tidak efektif, sebab dengan umur dan pengalaman mengajar yang lebih tinggi berarti kemampuan guru dalam menyelenggarakan proses belajar mengajar menjadi lebih baik.
Karakteristik siswa di sekolah efektif ternyata lebih baik daripada di sekolah tidak efektif. Hal ini terlihat dari jumlah jam belajar siswa di rumah per minggu di sekolah efektif lebih banyak daripada di sekolah tidak efektif yaitu 17,5 jam berbanding 14,3 jam per minggu, jumlah jam les tambahan 5 jam berbanding 3,1 jam per minggu; rata-rata pendidikan orangtua siswa di sekolah efektif adalah sarjana sedangkan di sekolah tidak efektif adalah sarjana muda; dan penghasilan orangtua siswa di sekolah efektif jauh lebih tinggi daripada di sekolah tidak efektif yaitu Rp. 2.750.345 berbanding Rp. 985.435 per bulan. Data ini memberikan gambaran umum bahwa ditinjau dari segi akses untuk memperoleh pengetahuan ternyata para siswa di sekolah efektif jauh lebih luas dariapada di sekolah tidak efektif.
Bermain adalah hal yang paling disukai oleh anak dan menjadi fitrahnya. Beragam permainan menjadi pesona dan daya tarik anak, baik itu permainan yang dilakukan di dalam ruangan maupun diluar ruangan. Namun, pernahkah terbesit dalam benak dan pikiran Anda selaku orangtua untuk mengajak putra-putri bermain sambil belajar?.
Seperti bermain outbound,bercocok tanam,beternak,belajar mencuci baju, bermain sepakbola, menggambar bahkan berwiraswasta. Ada sekelompok anak yang sedang asyik bermain sepakbola, belajar mencuci baju, outbond. Walaupun tampak kotor, anak-anak terlihat senang. Mereka bukan hanya bermain saja, melainkan juga sedang bersekolah, sekolah alam tepatnya. Cara belajarnya pun berbeda dengan sekolah umum lainnya sesuai dengan namanya, anak-anak coba didekatkan dengan alam. Suasana dan sarana sekolah alam memang dirancang untuk menempa kecerdasan natural anak. Namun bukan mustahil sekolah biasa menjadikan anak didik juga mencintai lingkungan.
Apa itu Sekolah Alam?
Semakin modernnya kota-kota besar, tak jarang banyak anak-anak zaman sekarang seolah asing dengan lingkungan alamnya sendiri. Misalnya saja nasi, mereka tahu nasi menjadi makanan pokok dan berasal dari padi, tapi mereka tak memahami bagaimana proses menanam padi, menuai hingga mengolahnya menjadi bulir-bulir beras sebelum kemudian ditanak menjadi nasi. Ironi memang, berangkat dari keprihatinan akan kondisi pengetahuan dan wawasan anak-anak tentang alam, kini banyak berbagai sarana baru ditawarkan sekolah-sekolah yang menamakan dirinya ’Sekolah Alam’. Sekolah semacam ini tak hanya dilengkapi laboratorium dan perangkat komputer, tapi sekolahnya sendiri ditata menjadi bagian dari alam terbuka, ruang-ruangnya terbuat dari saung daun kelapa dan ijuk. Pohon-pohon rindang dibiarkan tumbuh di hampir seluruh sudut sekolah, lengkap dengan berbagai sarana eksplorasi seperti rumah pohon, climbing, lapangan bola dan flying fox.
Menurut Efriyani Djuwita,M.Si seorang psikolog Perkembangan Anak dan staf pengajar Fakultas Psikologi UI, Sekolah alam adalah salah satu bentuk pendidikan alternatif yang menggunakan alam sebagai media utama sebagai pembelajaran siswa didiknya. Tidak seperti sekolah biasa yang lebih banyak menggunakan metode belajar mengajar di dalam kelas, para siswa belajar lebih banyak di alam terbuka. Di sekolah alam metode belajar mengajar lebih banyak menggunakan aktif atau action learning dimana anak belajar melalui pengalaman (red- dimana anak mengalami dan melakukan langsung) . Dengan mengalami langsung anak atau siswa diharapkan belajar dengan lebih bersemangat, tidak bosan, dan lebih aktif. Penggunaan alam sebagai media belajar menurut psikolog yang akrab disapa Ita ini diharapkan agar kelak anak atau siswa jadi lebih aware dengan lingkungannya dan tahu aplikasi dari pengetahuan yang dipelajari. Tidak hanya sebatas teori saja.
Efriyani Djuwita,M.Si juga mengatakan bahwa bisa dibilang konsep sekolah alam adalah konsep belajar aktif, menyenangkan dengan menggunakan alam sebagai media langsung untuk belajar. Jika dibilang Sekolah Alam mengacu pada pendidikan montesorri mungkin tidak bisa dibilang mengacu seratus persen. Namun ada beberapa dasar-dasar metode pendidikan montesorri yang menurutnya, juga diterapkan dalam Sekolah Alam. Baik Montesorri dan Sekolah Alam berusaha menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan, dimana atmosfer belajar tidak menegangkan, komunikasi antara guru dan siswa juga hangat dan juga mementingkan pada active learning dimana siswa tidak berfokus pada buku-buku pelajaran saja tapi mengalami langsung apa yang mereka pelajari, bisa lewat percobaan, observasi dan lain sebagainya. Hanya sekolah alam lebih memanfaatkan alam sebagai media untuk siswa belajar langsung, sementara dalam pendidikan montesorri, material yang digunakan bisa tidak disediakan di alam, namun bisa berupa material yang memang didesign khusus untuk membantu siswa belajar.
Kelebihan sekolah alam dibandingkan sekolah biasa, menurut psikolog yang mengambil S2 nya di UI ini, sekolah alam membuat anak tidak terpaku hanya pada teori saja. Namun mereka dapat mengalami langsung pengetahuan yang mereka pelajari di alam. Karena diakui saat ini sekolah-sekolah biasa lebih banyak menggunakan sistem belajar mengajar konvensional dimana guru menerangkan, siswa hanya mendapat pengetahuan dengan mengandalkan buku panduan saja, dan siswa jarang diberikan kesempatan untuk mengalami langsung atau melihat langsung bentuk pengetahuan yang mereka pelajari. Di sekolah alam, biasanya aturan yang diberlakukan tidak seketat sekolah biasa dimana siswa harus duduk mendengarkan gurunya atau mendapatkan hukuman jika tidak mengerjakan tugas.
Menurut Dasayoga Isbanu Jaya selaku ketua yayasan dan praktisi pengajar di sekolah alam Ciganjur, sekolah alam adalah sebuah impian yang jadi kenyataan bagi mereka yang mengangankan dan menginginkan perubahan dalam dunia pendidikan. Lebih lanjut Yoga menjelaskan bahwa yang diharapkan tidak sekedar perubahan sistem, metoda dan target pembelajaran melainkan paradigma pendidikan yang akan mengarah pada perbaikan mutu dan hasil dari pendidikan itu sendiri.Senada dengan Yoga, Hendra Setiawan selaku Management Kandank Jurank Doank juga mengamini bahwa sekolah alam dapat menjadi alternatif sekolah yang bisa membawa anak menjadi lebih kreatif, berani mengungkapkan keinginannya dan mengarahkan anak pada hal-hal yang positif.
Sistem Pendidikan Yang Beda
Di sekolah alam, jarang atau bahkan tidak menerapkan sistem pemberian PR (Pekerjaan Rumah),sebenarnya pada pendidikan konvensional (Sekolah biasa) pemberian PR asal proporsi dan tujuannya tepat dapat melatih anak juga untuk bertanggung jawab dengan tugas yang mereka miliki. Di sekolah alampun pengajaran tentang tanggung jawab dan disiplin diri diajarkan, misalnya saja dalam bentuk antrian baris saat akan mencuci tangan, bekerjasama dengan teman sebaya dalam mengerjakan tugas. Mungkin cara dan kegiatannya yang berbeda. Efriyani Djuwita,M.Si menjelaskan lebih lanjut mengenai sistem pendidikan sekolah alam yang banyak manfaatnya. Sekolah alam mengajarkan siswa belajar tidak hanya berdasarkan atau mengandalkan text book, tapi juga belajar aktif. Belajar dengan aktif dengan situasi, kondisi, komunikasi antara siswa dan guru yang menyenangkan tentunya diharapkan akan memberikan motivasi belajar yang besar untuk siswa dan menumbuhkan minat akan apa yang dipelajari. Situasi belajar yang menyenangkan, dukungan komunikasi yang hangat antara guru dan siswa memudahkan anak dalam beradaptasi dan memahami dirinya sendiri.
Kurikulum Dan Biaya Yang Beda
Jika berbicara tentang sekolah tak terlepas dari kurikulum yang ada dan ditetapkan pemerintah, berbeda dengan sekolah konvensional. Menurut Yoga, sekolah alam memiliki kurikulum yang berbeda, jikapun menggunakan kurikulum pendidikan biasanya dilakukan penyesuaian saja, hal senada juga dilontarkan Hendra. Menurutnya sekolah alam yang dirintis oleh Dik Doank bahkan tidak menggunakan kurikulum, sebab sekolah alamnya mengajarkan anak untuk menggali potensi dirinya tanpa harus menjadi beban sang anak dengan sekolahnya.
”Jika inti tujuan atau sasaran sesuai dengan kegiatan yang dilakukan, metode belajar aktif di alam ini akan banyak membantu siswa menyerap pelajaran atau proses pengajaran yang diberikan,”terang Ita. Dalam memberikan pendidikan bagi anak, orangtua biasanya akan memberikan yang terbaik buat putra-putrinya. Orang tua tak peduli dengan besarnya biaya pendidikan anak. Untuk sekolah alam biaya pendidikan jauh berbeda dengan sekolah konvensional pada umumnya. Untuk biaya pendidikan sekolah alam bagi anak perorangnya, orang tua harus merogoh kocek antara 300 ribu hingga 500 ribu rupiah. Namun, ada juga sekolah alam yang gratis seperti sekolah alam Kandank Jurank Doank, syaratnya siswa atau anak tidak boleh membuang sampah sembarangan dan mau mengisi formulir yang diberikan oleh pengelola.
INTERNET DI SEKOLAH
Internet dikatakan sebagai sumber daya informasi, sebutan tersebut bukan suatu hal yang biasa. Dikatakan demikian karena internet merupakan penyedia informasi terbesar dan terluas di dunia. Selain sumber daya informasi ada juga yang menyebut internet sebagai perpustakaan dunia, karena informasi apapun dapat ditemukan didalamnya dari sumber yang berbeda serta dengan bahasa yang beragam.
Dunia pendidikan adalah dunia dimana sumber daya manusia dibentuk, tepat jika pendidikan dijadikan pusat perhatian pengembangan dalam segala bidang. Untuk itu sarana dan prasarana dalam memperoleh pengetahuan tidak bisa ditiadakan, dalam hal ini adalah Internet.
Tanggung jawab sekolah dalam era globalisasi saat ini adalah menyiapkan siswa menghadapi perubahan jaman, dimana hal-hal yang dahulunya dilakukan secara manual kini telah beralih ke digital.
Kemampuan mengoperasikan komputer merupakan modal awal mengikuti perkembangan ini, oleh karenanya sekolah sudah seharusnya menyediakan fasilitas pendukung sebagai salah satu sarana pembelajaran yaitu komputer yang bisa berperan ganda, selain bekerja secara offline komputer juga seharusnya mampu bekerja secara online (internet).
Dengan didukung internet kegiatan belajar akan lebih menyenangkan dan variatif, siswa juga bisa mencari referensi materi pelajaran yang lebih lengkap dan uptodate.
Kemudahan lain yang didapat misalkan kemudahan interaksi yang terjalin, baik antar guru, guru dan siswa, atau siswa dengan siswa. Interaksi tersebut bisa berupa tanya jawab mengenai pelajaran sekolah, diskusi pengadaan kegiatan, atau mengobrol membahas komunitas di sekolah.,
Meskipun internet sangat berpotensi untuk memberikan keuntungan-keuntungan dan kemudahan, pemakaian internet di sekolahan hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga aktifitas online yang dilakukan benar-benar kegiatan belajar, dan setiap kegiatan yang dilakukan siswa juga harus dimonitor dengan baik.Para pengajar sudah seharusnya tahu bahwa selain dampak positif yang diberikan terdapat juga dampak negatif yang bisa diakibatkan oleh internet, misalkan saja pengaksesan situs-situs berbau kekerasan maupun pornografi, yang mampu menghambat pembelajaran siswa.
Di masa sekarang ini setiap sekolah sudah seharusnya mempunyai sebuah website, sehingga interaksi antar masyarakat sekolah jauh lebih terarah.Bentuk fasilitas-fasilitas yang diberikan sekolah antara lain :
- Akses ke perpustakaan yang bisa dilakukan secara online, misalkan pencarian judul-judul buku sesuai kategori yang diinginkan.
- Akses jadwal palajaran sekolah, dimana siswa bisa langsung mencarinya di website sekolah mereka,
- Mencari bahan-bahan yang disediakan oleh Guru secara online untuk dipelari di rumah.
- Serta akses langsung ke Kapala Sekolah, Guru, dan antar siswa.
Kemudahan juga didapat oleh calon siswa baru yang ingin masuk ke sekolah-sekolah tertentu, dimana calon siswa bisa mengakses website sekolah yang diminati, melihat profil sekolahan, mencari informasi yang berhubungan dengan penerimaan siswa baru, dan lain sebagainya.
Negara Indonesia sendiri merupakan negara kepulauan, jarak yang ditempuh untuk pemberian pengembangan pendidikan ke daerah-daerah tentunya membutuhkan waktu yang cukup lama, untuk itu pemanfaatan internet sangat membantu pencapaian perkembangan di berbagai sektor salah satunya pendidikan. Akses antar pulau kini bisa dilakukan hanya dalam hitungan detik, sehingga pengelolaan pendidikan lebih efisien dan merata.
Dalam hal ini secara garis besar internet sangat membantu aktifitas kegiatan akademik dan non akademik lingkungan sekolah.
SARAN
Berdasarkan simpulan tersebut, dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan dengan pengelolaan sekolah secara efektif dan dan efisien serta sejalan dengan pelaksanaan desentralisasi pendidikan, para penyelenggara pendidikan baik di pusat, di daerah, maupun di sekolah perlu memperhatikan berbagai aspek yang berkenaan dengan input sekolah, kepuasan kerja guru, partisipasi orang tua siswa, dan iklim sekolah.
Orientasi pengembangan kebijakan pendidikan harus diubah yaitu tidak saja mencakup peningkatan mutu, pemerataan, relevansi, dan efisiensi pendidikan tetapi juga perlu diimbangi dengan orientasi penanaman nilai kepada para siswa guna membentuk kepribadian, sikap, dan perilaku siswa, sehingga para siswa tidak saja mempunyai pengetahuan kognitif berupa keahlian dan kepandaian yang memadai tetapi juga mempunyai budaya dan integritas moral yang baik.
Ucapan Terima Kasih
1. Rektor Universitas terbuka
Prof. Ir. Tian Belawati, M.Ed., Ph. D.2. rektor universitas pendidikan indonesia
Prof. Dr. h. sunaryo kartadinata, mpd.
3. rektor universitas indonesia
prof. gumilar rusliwa somatri, ph.d.
dan semua pihak
keluargaku:
1. Tining sri wahyu dewi (istri)
2. arip nurahman (anak pertama)
3. fahmi ramadhan (anak kedua)
BAHAN KAJIAN
Abbas Ghozali, Tinjauan Literatur : Effective School Research, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 021. Tahun ke-5, Januari 2000, Balitbang Depdiknas.
Juanda Kasim 2005, Penerapan KBK di SD Hanya Menambah Beban Kerja Guru?Suatu Kajian “Isu-isu Baru Dalam Paedagogis”, UNJ, 2005
Juanda Kasim 2005, ContextualTeaching and Learning (CTL), Sebagai Salah Satu Alternatif Untuk Dunia Pendidikan Indonesia, UNJ, 2005
Wayan Koster 2001, Analisis Komparatif Antara Sekolah Efektif dengan Sekolah Tidak Efektif, www.depdiknas.go.id/jurnal/12.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar